Assalamualaykum! Wahai ayah bunda penggemar cerpen anak Islami. Sepertinya inilah yang dicari. Cerpen anak islam yang kami suguhkan di blog ini semoga mampu menjadi sumber bacaan yang bermanfaat bagi putera-puteri ayah bunda
Oleh : Ratna Kushardjanti AP
Siwi baru saja selesai
membereskan bukunya di teras belakang ketika Prita menghampiri.
“Sudah
mengerjakan PR Matematika Siwi?” tanya Prita. Sepertinya Siwi tahu kemana arah
pertanyaan Prita. Prita yang malas mengerjakan PR selalu menodong Siwi agar
menyerahkan pekerjaannya untuk dicontek.
“Coba
kaukerjakan sendiri dulu, Prita. Nanti kalau ada yang tidak bisa biar kubantu
menjelaskan” ujar Siwi lembut. Ia tak ingin membuat tersinggung gadis di
hadapannya. Tapi Siwi juga ingin menyadarkan Prita bahwa apa yang sering
dilakukannya adalah keliru dan jusru merugikan diri sendiri.
“Huh,
pelit! Anak pembantu saja banyak tingkah. “ gerutu Prita kesal. Sejak Mak Sari
diminta oleh mama Prita tinggal di rumahnya dan membawa anaknya yang tak lain
adalah Siwi teman sekelasnya, Prita memang selalu memanfaatkan kepandaian gadis
itu. Tak jarang ia meminta Siwi mengerjakan berbagai tugas dari sekolah yang
seharusnya ia selesaikan sendiri.
Siwi memang termasuk murid yang rajin dan
pandai di kelasnya. Setiap kenaikan kelas ia tak pernah keluar dari rangking
tiga besar. Itulah yang sebetulnya diam-diam membuat Prita merasa iri.
Sebetulnya
Siwi sendiri sering merasa risih dengan sikap Prita. Tapi selama ini ia
seringkali tidak kuasa menolak keinginan Prita mengingat kebaikan keluarga
Prita terhadap Mak Sari, emaknya Siwi. Mereka banyak berhutang budi terhadap
Pak Yudi dan Bu Yudi, orang tua Prita.
Sepeninggal
bapak enam bulan yang lalu, Bu Yudi meminta agar Mak Sari dan Siwi mau tinggal
di rumahnya. Biaya kontrakan rumah yang terus naik ditambah kondisi keuangan
yang tidak memungkinkan membuat Mak Sari tak kuasa menolak kebaikan Bu Yudi.
Mak Sari sendiri sudah bertahun-tahun bekerja di rumah Bu Yudi. Tapi sebelumnya
ia pulang ke rumah di sore hari untuk
mengurus keluarganya.
“Cobalah
dulu, Prit. Ini demi kebaikanmu agar kau juga paham” ujar Siwi lagi.
Digenggamnya dengan erat buku matematika di tangannya. Tak sekali dua Prita
main rebut ketika Siwi tidak mengijinkan Prita mencontek pekerjaannya.
“Sudah,
jangan sok!” dengan ketus Prita menimpali. Tangannya berusaha menggapai buku
Siwi.
“Prita,
jaga sikapmu nak. Benar apa kata Siwi. Kamu sebaiknya mengerjakan sendiri PR mu.
Bukankah Siwi selalu menawarkan bantuan ketika kamu bertanya. Seharusnya kamu malu, Prita” tiba-tiba muncul
Bu Yudi muncul dari ruang makan.
“Mama
kok membela dia sih?” Prita melotot ke arah Siwi sebelum dengan kasar ia
berlari ke arah kamarnya dan menutup pintu dengan hentakan yang keras. Tak
dihiraukan mamanya memanggilnya. Omelan panjang terdengar dari arah kamar Prita
membuat Siwi harus menarik nafas
panjang.
Siwi
beringsut masuk ke dalam kamar tempat Siwi dan emaknya tidur. Emaknya tidak ada
di kamar. Sepertinya ia masih mencuci piring bekas makan malam. Siwi ingin
membantu emaknya. Niat itu diurungkan. Suasana hatinya sedang gundah. Jika
terjadi pertengkaran antara Siwi dan Prita emak selalu menyalahkan Siwi,
meminta Siwi mengalah dan meminta maaf. Tapi bukankan siwi tidak bersalah? Siwi
mengusap air yang menggenang di sudut matanya dengan jemari.
Siwi
anak pembantu! Coba kalau gak dipungut mamaku sudah jadi gelandangan tuh anak!
Ga tahu balas budi! Anak gembel belagu! Kata-kata pedas Prita masih terngiang-ngiang
di telinga Siwi. Tidak di rumah tidak di sekolah. Kenapa Prita sering sekali
memaki-makinya. Siwi menghela nafas sedih.
Tiba-tiba
ia teringat bapak. Bapak yang selalu membelanya ketika Siwi kecil diejek oleh
teman-temannya. Bapak yang selalu menghiburnya dengan kata-kata yang sejuk
ketika ia sedang sedih. Bapak yang meninggal karena tidak menghiraukan
sakitnya, tetap mengayuh becaknya demi melunasi tagihan SPP Siwi dan demi
tanggung jawabnya terhadap keluarga. Bapak yang akhirnya meninggal karenanya.
Kau
anak hebat Siwi! Anak sabar disayang Allah! Kita memang miskin harta tapi harus
kaya iman dan ilmu. Gantungkan impianmu setinggi bintang di langit. Yakinlah
kau pasti mampu meraihnya meski semua orang mencibirmu.
Malam
ini Siwi merasa seolah-olah bapak hadir di hadapannya. Dekat sekali,
menyejukkan hatinya dengan kata-kata yang sering didengar. Dulu kata-kata itu
sering diucapkan bapak. Tiba-tiba Siwi merasa rindu kepada bapak. Sejurus
kemudian Siwi mendoakan bapak sebelum akhirnya ia terlelap.
*****
Siwi terperangah. Air matanya
mengambang di pelupuk mata. Tangannya sibuk menggerakkan mouse . Sesekali ia
menyeka keringat di dahinya. Filenya hilang. Tulisannya hilang. Tulisan yang ia
kerjakan berhari-hari untuk mengikuti lomba menulis karya tulis tingkat
propinsi lenyap. Padahal batas akhir pengumpulan naskah lomba tinggal besok
pagi. Siwi tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya.
Note book mungil yang dipinjamkan
Pak Yudi untuk mengerjakan tulisannya
masih berkedip-kedip di hadapannya. Jangan-jangan ini ulah Prita? Bukankah tadi malam Prita sempat meminjam
sebentar untuk mengerjakan tugas
biologi? Menurut pengakuan Prita notebooknya sedang eror. Ah, jangan su’udzon.
Cepat-cepat dibuang jauh-jauh pikiran negatifnya. Tapi sekarang harus
bagaimana? Apakah ia akan urung mengikuti lomba? Tapi bukankah di lomba kali
ini ia diutus sebagai duta dari kotanya untuk maju ke tingkat provinsi.Apa
komentar Pak Burhan guru pembimbingnya di seolah jika Siwi batal mengikuti
lomba?
Ya,
beberapa bulan lalu Siwi sebagai perwakilan dari sekolah telah mampu
memenangkan lomba karya tulis tingkat kota. Siwi telah berhasil mengalahkan
pesaing-pesaingnya dari SMP lain. Betapa tiap hari ia harus pulang sore untuk mengerjakan karyanya di sekolah dengan
menggunakan komputer sekolah. Kali ini Pak Yudi yang merasa kasihan kapada Siwi
berkenan meminjamkan sebuah notebook yang bisa digunakan lebih fleksibel. Ia
boleh membawanya ke kamar untuk menyelesaikan naskah lomba. Tapi naskah yang sudah
siap itu kini lenyap.
Siwi menggaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal. Bagaimana ini bisa terjadi? Mungkin ia telah salah memencet tombol
sehingga terdelete. Ah, rasa-rasanya tidak. Hampir putus asa hatinya.
Diseretnya langkah kakinya ke kamar mandi untuk berwudhu. Ahad pagi yang cerah
ini ia lupa belum menunaikan sholat dhuha. Ia ingin membawa kegundahannya.
Mengadu pada yang Maha Kuasa.
******
SMPNegeri 1 heboh. Semua orang membicarakan
gadis manis anak kelas 2B yang
memenangkan juara menulis karya tulis tingkat provinsi. Gadis yatim yang selalu
berjilbab rapi dan bersikap santun mendapat penghargaan dari bapak gubernur.
Hadiah uang yang diterimanya telah memberangkatkan umroh Mak Sari, emaknya
tercinta. Mak Sari tak kuasa menahan kebahagian dan keharuannya.
Pritapun telah mengakui kesalahannya.
Diam-diam ia mengagumi kegigihan Siwi, teman yang sering ia ejek dengan sebutan
anak pembantu. Ternyata Prita harus mengakui kehebatan Siwi dibanding dirinya.
Prita merasa malu dan menyesal. Ia meminta maaf pada Siwi. Ternyata betul, ia
yang telah menghapus file Siwi tempo hari.
******
Selepas sholat dhuha pagi itu Siwi kembali
masuk kamar. Dengan sekuat tenaga dikumpulkannya segala pikirannya untuk menulis ulang apa
yang sudah ia tulis hari sebelumnya. Ia dengan sangat meminta ijin emak untuk
tidak membantu emak hari itu. Konsentrasi menyelesaikan naskah lombanya.
Berhenti hanya ketika ia merasa perlu. Sholat dan mandi misalnya. Tak lupa
setiap usai sholat ia memohon petunjuk dan kekuatan pada yang kuasa.
Akhirnya Senin pagi naskah itu selesai.
Diedit seperlunya dan kemudian diserahkan panitia lomba. Siwi, anak Mak Sari
telah menyempurnakan semua ikhtiarnya.
Setelah kejadian itu kini Siwi semakin
murah senyum. Disampingnya selalu ada sahabat yang setia menemaninya. Prita.
Mereka sering terlihat belajar dan bermain bersama-sama.
************
Tidak ada komentar:
Posting Komentar