Nah, Cerpen anak Islami kali ini berkisah tentang kejujuranseorang anak yatim piatu. Cerpen anak ini meraih juara harapan 1 dalam lomba menulis cerpen anak untuk yatim dan dhuafa yang diselenggarakan oleh Solopeduli. Cerpen anak ini dimuat dalam buku kumpulan cerpen anak Rembulan di Hati Rahmi.\
Oleh : Ratna Kushardjanti
Yasir
masih saja memegangi lembaran-lembaran ratusan ribu rupiah dengan tangan
bergetar. Matanya membulat. Seingatnya belum pernah sebelumya ia melihat uang
sebanyak ini.
Sejurus
kemudian terdengar suara langkah kaki. Yasir cepat-cepat memasukkan
lembar-lembar uang itu ke dalam dompet seperti semula. Dengan sigap
disembunyikan dompet itu ke dalam tas kumalnya.
“Yas,
ayo main layang-layang ke tanah lapang!” Aji sepupu Yasir sudah ada di
depannya, meraih layang-layang di kolong tempat tidur. Tepatnya balai-balai
bambu tanpa kasur tempat mereka biasa tidur.
“Ayuk!
“ tawar Aji lagi melihat Yasir tak
bergeming. Langkahnya terhenti sejenak. Tapi kemudian ia berlari keluar sambil
menggerutu melihat saudaranya tak bereaksi.
Apa
sebaiknya kuceritakan saja perihal dompet ini pada Aji ya, bisik Yasir bimbang.
Uang sebanyak ini tentu saja bisa untuk membeli sepeda baru impiannya dan
melunasi tunggakan SPP tentu saja. Sudah dua kali ia membawa surat peringatan
dari sekolah.
Dari kecil Yasir tinggal bersama keluarga pakliknya.
Lik Wardi adalah satu-satunya saudara yang tersisa yang kini merawat dirinya. Bapak
dan ibu Yasir meninggal saat gempa bumi melanda Yogya. Mbak Romlah kakak
satu-satunya pun ikut meninggal.Rumahnya rata dengan tanah. Suatu keajaiban
Yadi yang saat itu berumur lima tahun sedang tidur pulas di atas tempat
tidur ditemukan selamat.
Ah,
mengingat bapak ibu membuat ada rasa sedih merayap di dada Yasir. Bapak yang
bijaksana. Ibu yang di tengah kesibukannya selalu menyempatkan waktu untuk bercerita
setiap kali mengantar Yasir tidur. Yasir mengusap air yang tiba-tiba mengambang di sudut mata.
Yasir
masih ingat sebelum meninggal malamnya ibu bercerita tentang kejujuran seorang
anak penjual susu. Betapa anak tersebut mengingatkan ibunya, meyakini Allah swt
mengetahui apapun yang dilakukan manusia sekalipun khalifah tidak tahu. Ibu
juga sering sekali berpesan pada Yadi bahwa jangan sekali-kali ia mengambil
sesuatu yang bukan haknya.
Deg!
Dada Yasir berdesir. Ia tersentak.
Teringat kembali akan dompet itu. Tadi ia bahkan sempat berpikir akan
menyerahkan saja dompet itu pada Lik Wardi. Lumayan bisa untuk menyambung biaya
kehidupan mereka beberapa waktu.
Sebetulnya
Yasir sering merasa tidak tega melihat kehidupan Lik Wardi yang susah. Usaha
tambal ban kecil-kecilan menurutnya jauh dari cukup untuk menghidupi isteri dan
tiga orang anaknya. Belum lagi keberadaan Yasir di rumah ini tentu menambah
beban pakliknya. Terkadang Yasir dan Aji sepulang sekolah menjajakan jasa
menyemir sepatu. Tapi hasilnya tidak seberapa. Sekedar mengurangi jatah makan
siang dan makan malam mereka berdua.
Keadaan itulah yang mungkin membuat Lik
Yah isteri Lik Wardi gemar sekali mengomel sepanjang hari. Ingin rasanya Yasir
menyerahkan uang yang ada di dalam dompet ini untuk sekedar membuat Lik Yah
tersenyum. Tapi bukankah dompet ini bukan haknya?
Yasir
beristighfar. Diraihnya kembali dompet
itu dari dalam tas. Dompet yang ia temukan di tepi jalan sepulang sekolah tadi.
Mencari-cari sesuatu yang ada di dalamnya.
Nah,
ini dia ketemu. Sebuah KTP tampak terselip rapi. Ada nama dan alamat. Matanya
membulat, Ternyata alamatnya tidak jauh
dari kampung ini. Disambarnya sandal jepit bututnya. Yasir bergegas.
*******
“Bodoh kamu Yas, kenapa
tidak kau terima saja imbalan seratus ribu darinya. Kan lumayan bisa nraktir
kita. Sekali-kali dong kamu nraktir kita. Betul gak Dim?”celetuk Doni kepada
Dimas ketika akhirnya Yasir tak kuat menyimpan rahasia penemuan dompet itu.
Kejadian yang sudah sepekan ini ia simpan rapat-rapat. Dimas manggut-manggut
membenarkan.
“Alaah, sok alim kamu Yas. Kenapa
kamu ga cerita ke bapak? Coba uang itu kita ambil. Kita bisa beli sepeda
polygon. Kan keren” Aji sepupunya yang sekaligus teman sekelas menimpali. Yasir
ingat beberapa waktu yang lalu ia dan Aji sempat membelai-belai sepeda polygon
yang nongkrong di bengkel Mas Yanto.
Selain usaha bengkel sepeda Mas Yanto juga menjual sepeda second berbagai
merek.
Yasir terdiam. Sebelum ia sempat
menjawab Bima datang,memberitahukan bahwa Yasir dipanggil oleh Pak Prapto, kepala
sekolah. Dengan berdebar-debar Yasir bergegas ke ruang kepala sekolah.
Sengatnya ia tidak berbuat kesalahan. Atau jangan-jangan masalah tunggakan SPP
yang belum juga terlunasi.
Di ruang kepala sekolah ada seorang
laki-laki sedang berbincang renyah dengan Pak Prapto. Rasa-rasanya Yasir sudah
pernah bertemu. Ya, betul. Pak Jatmiko, pemilik dompet yang ia temukan waktu
itu. Mengapa ia kemari?
“Sini duduk sini Yasir. Ini Pak
Jatmiko teman bapak kuliah dulu. Orang yang dompetnya kautemukan terjatuh di
jalan tempo hari. Beliau sangat kagum akan kejujuranmu. Uang dan kertas
berharga yang ada di dompet itu berjumlah sangat banyak dan tak ada selembarpun
yang hilang.” Kata Pak Prapto. Yasir duduk tak jauh dari Pak Prapto. Ia
menunduk kikuk. Ketika Yasir mengembalikan dompet ia ingat bahwa ia memang
menyebutkan nama sekolah ini. Ketika itu Pak Jatmiko menanyakan sekolah Yasir.
Tapi mau apa Pak Jatmiko kemari?
“Dua hari yang lalu Pak Jatmiko
kemari untuk mencari tahu tentang kamu. Ia terharu karena kamu ternyata sudah
tidak punya orang tua dan hanya menumpang di rumah saudara yang kurang mampu
pula. Ketika Pak Jatmiko tahu SPPmu belum terbayar beliau telah melunasi
semuanya.” Lanjut Pak Prapto.
Yasir terhenyak. Ia tak mampu
berkata-kata. Senyum penuh terima kasih ia lemparkan pada Pak Jatmiko.
“Tidak hanya itu. Kalau kau mau
tinggallah bersama kami. Dua anakku kuliah di luar negeri. Isteriku sudah lama
meninggal sedangkan aku tak ingin menikah lagi. Di rumah sepi sekali. Aku ingin
kau jadi anak angkatku. Aku yang akan membiayai sekolahmu setinggi yang kau
mau. Bagaimana?” Pak Jatmiko menyambung kata-kata Pak Prapto.
Yasir merasa badannya bergetar
karena terkejut dan bahagia. Beberapa hari yang lalu ia sempat mengutarakan
keinginan berhenti sekolah kepada pakliknya karena Yasir meresa kasihan kepada
pakliknya yang harus ikut membiayai sekolahnya.
Mimpinya
menjadi ahli otomotif kembali berkibar di benaknya setelah beberapa waktu yang
lalu dicampakkan jauh-jauh. Seketika Yasir turun ke lantai, sujud syukur. Tak dihiraukan ada air menganak sungai di
pipinya. Tak dihiraukan senyum haru kedua bapak di depannya. Ia ingat Bapak,
ingat ibu, ingat Mbak Romlah. Terima kasih Allah.
*****
Sangat menginspirasi untuk berbuat baik kepada seseorang
BalasHapusSangat menginspirasi untuk berbuat baik kepada seseorang
BalasHapus